Friday 23 May 2014

Pendekatan Inkuiri untuk Siswa SD

   Inkuiri adalah salah satu cara belajar atau penelaahan yang bersifat mencari pemecahan masalah dengan cara kritis, analisis, dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan karena didukung oleh data atau kenyataan. Depdiknas (2002:2) menyatakan, melalui model pendekatan inkuiri, guru diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang menantang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan yang sebelumnya diyakini siswa dengan bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang lebih sainstifik melalui proses eksplorasi atau pengujian gagasan baru. Pendekatan inkuiri dapat digunakan dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar, karena dalam proses pembelajarannya dapat dilakukan dengan melalui metode tanya jawab antara guru dan siswa atau dapat pula dengan berbagai metode lainnya seperti metode diskusi dan eksperimen. Meskipun inkuiri dipandang sebagai pendekatan pembelajaran yang efektif dalam pengajaran IPS, tetapi penggunaannya hendaknya disesuaikan dengan sifat dan tujuan yang hendak dicapai. Artinya tidak semua pengajaran IPS harus di “inkuirikan”. Pendekatan inkuiri akan efektif jika pengajaran itu bertujuan mengembangkan kognitif, sebaliknya pendekatan ini kurang cocok jika pengajaran itu bermaksud menyampaikan informasi. Pengertian kognitif yang dibangun melalui pendekatan inkuiri akan tertanam secara mantap dalam pikiran dan proses pencapaiannya itu sendiri akan meninggalkan kesan yang amat berharga bagi pelakunya. Dengan latihan yang secara teratur, diharapkan pengalaman itu akan menjadi keterampilan yang selanjutnya akan menimbulkan sikap percaya pada diri sendiri setiap kali menghadapi kenyataan atau masalah yang sulit. Nilai instrinsik penggunaaan pendekatan inkuiri adalah orang menjadi tabah dalam menghadapi suatu masalah, karena ia tahu mencari jalan keluar dengan cara yang sudah biasa ia lakukan. Setiap kali ia menghadapi situasi yang sulit ia akan segera berusaha meneliti, menganalisis data yang bersangkutan, dan kemudian menyusun bagaimana cara mengatasi ataupun memecahkan masalah tersebut. Namun demikian, jangan menganggap bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri pasti bermakna bagi siswa. Agar pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri dapat bermakna, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain, adalah :
1. Memerlukan kondisi kelas yang khusus, misalnya guru percaya bahwa siswa-siswanya dapat belajar dan bertindak berdasarkan kepercayaan pada diri sendiri dalam suasana bebas yang artinya siswa dapat berkiprah dengan masalah yang dihadapi, serta dapat menentukan sikap dan pendapatnya sendiri walaupun mungkin salah menurut gurunya.
2. Memerlukan motivasi tinggi. Siswa memerlukan tantangan yang memerlukan pemikiran, menimbulkan keinginan untuk tahu, perlu diadakan “study trip” untuk memperoleh informasi dan pengalaman. Selain itu, harus disediakan bacaan yang menarik, serta sumber yang cukup luas yang mewakili berbagai pandangan dan pendapat.
3. Pendekatan inkuiri tidak berdiri sendiri, tetapi keberhasilan pelaksanaannya dibantu oleh metode lain, misalnya role playing, simulasi, dan studi kasus.
    Ada 5 tahap dalam pelaksanaan inkuiri yang berangkat dari fakta sampai terjadinya suatu teori, yaitu:
1. Tahap pertama, guru memberi permasalahan dan menjelaskan prosedur pelaksanaan inkuiri kepada siswa. Guru harus menjelaskan tentang tujuan dan proses pelaksanaan inkuiri dengan “yes and no questions”, artinya pertanyaan hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga jawabannya hanya “ya” dan “tidak”. Maksudnya adalah agar siswa berpikir lebih teliti, dengan demikian menghindarkan siswa dari beban pemikiran, karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang terbuka (open-ended) dari guru. Pelaksanaan inkuiri dapat dimulai dengan masalah, ide, atau pikiran yang sederhana, utamanya adalah siswa mendapat pengalaman proses berpikir secara inkuiri.
2. Tahap kedua, adalah verifikasi, yaitu siswa mengumpulkan data atau informasi tentang peristiwa atau masalah yang telah mereka lihat atau alami, dengan mengajukan pertanyaan sedemikian rupa sehingga guru hanya menjawab “ya” atau “tidak”.
3. Tahap ketiga, melakukan eksperimentasi, siswa mengajukan faktor atau unsur baru ke dalam permasalahan agar dapat melihat apakah peristiwa itu dapat terjadi secara berbeda. Eksperimen mempunyai dua fungsi, yaitu eksplorasi dan menguji langsung. Eksplorasi adalah merubah sesuatu untuk melihat apa yang akan terjadi dan tidak perlu bimbingan teori atau hipotesis. Sedangkan, menguji langsung terjadi bila siswa melakukan uji coba teori atau hipotesis. Proses merubah hipotesis kedalam eksperimentasi itu tidak mudah dan perlu latihan atau praktik. Selanjutnya, guru harus memperdalam proses inkuiri siswa dengan memperluas jenis-jenis informasi yang diperoleh. Dalam proses verifikasi siswa dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang benda (objects), sifat (properties), kondisi (conditions), dan peristiwa (events). Pertanyaan tentang benda, dimaksudkan untuk menentukan sifat alami atau identitas benda. Contoh: Apakah pembuangan limbah industri dapat menyebabkan pencemaran air di lingkungan sekitar?. Pertanyaan tentang peristiwa dimaksudkan untuk memverifikasi kejadian atau keadaan dari suatu peristiwa. 4. Tahap keempat, guru meminta siswa untuk mengorganisir data dan menyusun suatu penjelasan. Artinya data tersebut setelah diorganisir kemudian dideskripsikan sehingga menjadi suatu paparan hasil temuannya. Tahap kelima, siswa diminta untuk menganalisis proses inkuiri. Dalam hal ini siswa boleh mengevaluasi tentang pertanyaan yang diajukan guru apakah efektif atau tidak, mungkin ada informasi penting tetapi siswa tidak tahu cara memperolehnya sehingga data atau informasi tersebut tidak ditemukan. Analisis dari siswa ini penting karena menjadi dasar pelakasanaan inkuiri berikutnya, artinya guru harus memperbaiki kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan.   

Kemampuan Berfikir untuk Siswa SD

Menurut Savage dan Amstrong berikut kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) :
1. Kemampuan berpikir kreatif (creative thinking)
2. Berpikir kritis (critical thinking)
3. Kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Langkah-langkah proses pembelajaran problem solving, yaitu mengenali adanya masalah, mencari alternatif pendekatan untuk memecahkan masalah itu, memilih dan menerapkan pendekatan, dan mencapai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Kemampuan mengambil keputusan (decision making). Langkah-langkah proses pembelajaran dengan pendekatan decision making :
    a. Mengenal persoalan atau masalah dasar.
    b. Memberi jawaban alternatif kemudian mendeskripsikan bukti yang menjawab setiap alternatif.
    c. Mengenal nilai yang tersirat pada setiap alternatif.
   d. Mendeskripsikan kemungkinan akibat yang muncul ketika memilih setiap alternatif.
   e. Membuat pilihan dari semua alternatif.
   f. Mendeskripsikan bukti dan nilai yang digunakan dalam membuat pilihan

Upaya Pembaharuan Pembelajaran IPS di Indonesia

1. Pembaharuan kurikulum Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
          dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal sejak lahirnya kurikulum tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat persekolahan mneggunakan istilah yang berubah-ubah sesuai dengan situasi politik pada masa itu. Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia diantaranya :
a. Kurikulum 1964 menggunakan istilah Pendidikan Kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdiri atas Sejarah Indonesia dan Geografi Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia. Kemudian digabungkan yang selanjutnya berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara yang merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan kewargaan negara.
b. Pada tahun 1968 terjadi perubahan pengelompokkan mata pelajaran sebagai akibat perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran di sekolah dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus.
c. Pada tahun 1975, lahirlah Kurikulum 1975 yang mengelompokkan tiga jenis pendidikan, yakni pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus. Dalam Kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan perpaduan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam Kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP.
d. Menjelang adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB, gagasan dari Mendikbud mata pelajaran ini hampir sejenis dengan IPS Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (KYD) baru terwujud pada tahun 1984.
e. Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelmahan Kurikulum 1975. Ditinjau dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran, Kurikulum IPS 1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integrative dan structural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA. Sedangkan pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integrative (integrated approach).
f. Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, sedangkan bahan kajian sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini. Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam Kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994 dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian. Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Dari bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkkan bahwa Kurikulum IPS 1994 memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup besar terhadap guru.
g. Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum, dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan ekonomi yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003 disahkanlah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun, pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
h. Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan serta kepentingan pendidikan nasional dan politik bangsa, yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS.

2. Pembaharuan KBM IPS
merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dnegan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang. 3. Hambatan Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia Namun tugas besar dari pembelajaran IPS tersebut ternyata tidak berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini Karena adanya beberapa hambatan yang menjadikan pembelajaran IPS tidak berhasil bahkan cenderung membosankan, yaitu:
a. Sebagian besar guru IPS belum terampil menggunakan beberapa model mengajar yang dapat merangsang motivasi belajar siswa.
b. Ketersediaan alat dan bahan belajar di sebagian besar sekolah ikut mempengaruhi proses belajar IPS.
c. Proses belajar mengajar IPS masih dilakukan dalam bentuk pembelajaran konvensional, sehingga peserta didik hanya memperoleh hasil faktual saja dan tidak mendapat hasil proses.