Sunday 13 April 2014

Pendekatan Pembelajaran Student Centered

Rogers (Fairuzabadi, 2010) menyatakan bahwa, Pendekatan Student Centered Learning  merupakan hasil dari transisis perpidahan kekuatan dalam proses pembelajaran, dari kekuatan dosen sebagai pakar menjadi kekuatan mahasiswa sebagai pembelajar. Perubahan ini terjadi setelah banyak harapan untuk memodifikasi atmosfer pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi pasif, bosan dan resisten. Harden dan Crosby (Fairuzabadi, 2010) mengemukakan bahwa “SCL menekankan pada Mahasiswa sebagai pembelajar dan apa yang dilakukan siswa untuk sukses dalam belajar dibanding dengan apa yang dilakukan oleh guru”. Dari berbagai definisi tersebut dapat dipahami bahwa pendekatan Student Centered Learning (SCL) adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Model pembelajaran ini berbeda dari model belajar Instructor-Centered Learning yang menekankan pada transfer pengetahuan dari guru ke murid yang relatif bersikap pasif.
Dalam menerapkan konsep Student-Centered Leaning, peserta didik diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya. Landasan teori SCL adalah teori konstruksivistik yang berasal dari teori belajar menurut Piaget (1983), Jhon Dewei (1933) dan Burner (1961) yang menekankan proses pembelajaran pada perubahan tingkah laku peserta didik itu sendiri dan mengalami langsung bagaimana membentuk konsep belajar dan memahami.
SCL adalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1.    Peserta didik belajar secara individu maupun kelompok untuk membangun pengetahuan dengan cara mencari dan menggali sendiri informasi dan teknologi yang dibutuhkan secara aktif tidak hanya asal menerima pengetahuan secara pasif.
2.    Pendidik atau guru membantu peserta didik mengakses informasi, menata dan mentransfernya guna menemukan solusi terhadap permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
3.    Peserta didik tidak hanya kompeten dalam bidang ilmu yang diterimanya tetapi juga kompeten dalam belajar. Dengan kata lain peserta didik tidak hanya menguasai mata pelajaran tetapi mereka juga mampu untuk belajar bagaimana belajar (how to learn).
4.    Belajar di maknai sebagai belajar sepanjang hayat, suatu ketrampilan dalam dunia kerja
5.    Belajar termasuk di dalamnya adalah memanfaatkan teknologi yang tersedia, baik berfungsi sebagai sumber informasi pembelajaran maupaun sebagai alat memberdayakan peserta didik dalam mencapai ketrampilan yang utuh secara intelektual, emosional dan psikomotorik yang dibutuhkan.

Guru-guru yang menggunakan pembelajaran yang berpusat pada siswa cenderung menciptakan lingkungan pembelajaran dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Suasana kelas yang hangat, mendukung
Dalam susana ini, guru mengijinkan siswa untuk mengenalnya dan selanjutnya akan menyukainya. Kalau guru disukai oleh siswa, maka siswaakan bersedia bekerja keras untuk orang yang disukainya.
2.    Siswa diminta untuk hanya mengerjakan pekerjaan yang bermanfaat
Guru harus menjelaskan manfaat apa yang akan diperoleh siswa jika mereka mengerjakan apa yang diminta oleh guru. Informasi ini akan menjadi berguna jika secara langsung dikaitkan dengan ketrampilan hidup yang diperlukan siswa, sehingga siswa terdorong untuk melakukannya dan guru meyakini bahwa hal itu sungguh bermanfaat atau diperlukan oleh siswa ketika mereka nanti menjadi mahasiswa.
3.    Siswa selalu diminta untuk mengerjakan yang terbaik yang mereka dapat lakukan
Kondisi kualitas pekerjaan termasuk didalamnya adalah pengetahuan siswa tentang gurunya dan apa yang diharapkannya serta keyakinannya bahwa guru memberikan kepedulian untuk membantunya, keyakinan bahwa tugas yang diberikan guru itu selalu bermanfaat, keinginan yang kuat untuk berusaha dengan sekuatnya untuk mengerjakan tugasnya sebaik-baiknya, dan mengetahui bagaimana pekerjaannya itu akan dievaluasi dan ditingkatkan kualitasnya.
4.    Siswa diminta untuk mengevaluasi pekerjaannya
Evaluasi diri diperlukan untuk menilai kualitas pekerjaan yang telah dilakukan oleh para siswa, semua siswa harus mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan dievaluasi, berdasarkan hasil eveluasi itulah siswa tahu bagaimana kualitas pekerjaannya dapat ditingkatkan serta dapat mengulangi prosesnya sampai kualitas terbaik dapat dicapai.
5.    Kualitas pekerjaan yang baik selalu menimbulkan perasaan senang
Para siswa merasa senang ketika mereka menghasilkan pekerjaan yang berkualitas baik, dan demikian pula dengan orangtuanya serta gurunya. Perasaan senang ini juga merupakan insentif untuk meningkatkan kualitas.
6.    Pekerjaan yang berkualitas tidak pernah destruktif
Pekerjaan yang berkualitas tidak pernah dicapai melalui pekerjaan yang merusak seperti misalnya menggunakan Narkoba (meskipun kadang dirasa menimbulkan rasa senang) atau menyakiti orang lain, merusak lingkungan, dsb.


0 komentar: