1. Model
Langsung Menulis
Menulis itu lebih baik dipahami sebagai keterampilan, bukan sebagai ilmu.
Sebagai ketrampilan, menulis membutuhkan latihan, latihan, dan latihan. Sebagai
ilmu komposisi, Menulis mengajarkan ada sekian jenis paragraf dengan
contoh-contonhnya, ada sekian macam deskripsi, sekian macam narasi, sekian
macam eksposisi dan masing-masing disertai dengan contoh-contohnya, ada kalimat
inti dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak membuat siswa dapat menulis.
Terlalu banyak aturan akan membuat siswa gamang menulis. Seperti halnya latihan
berenang, tidak dimulai dengan teori. Seorang yang ingin belajar berenang
langsung disuruh menceburkan diri ke dalam air. Di situ ia dapat mulai dengan
bermain-main air, menggerak-gerakkan kaki di dalam air, belajar berani
mengambang di air dengan cara berpegangan pada pipa di pinggir kolam dan
seterusnya. Dengan demikian, menulis pun dapat dimulai tanpa harus tahu tentang
teori-teori menulis. Seseorang yang ingin belajar menulis langsung saja terjun
di kegiatan menulis yang sebenarnya. Ia dapat saja menulis hal-hal yang
sederhana tanpa harus memeperdulikan apakah tulisannya memenuhi persyaratan
komposisi atau tidak. Tulisan yang dibuatnya harus selesai semua. Ia boleh
menulis bagian mana saja yang desenanginya dan melanjutkannya kapan saja dan
dimana saja. Artinya, Penyelesaian karangan itu tidak terbatas pada jam
sekolah.
2. Model
Kebebasan Awal dan Akhir
Tidak ada satu titik awal yang pasti dari mana pelajaran menulis harus
dimulai. Dalam pembelajaran sebuah ilmu ada titik mulai yang paling logis.
Tetapi tidak demikian dengan mengajarkan menulis, kita dapat memulainya dari
bagian manapun yang kita sukai. Kita dapat memulainya dengan mengajak siswa
menulis cerita, laporan, deskripsi, puisi, atau apa saja.
14
Perlu
diingat, kata kunci dalam pembelajaran menulis adalah mengajak siswa
menulis.
Dengan menggunakan kata kunci seperti itu siswa dapat kita bawa kedalam
situasi yang menyenangkan yang dapat membuat siswa mulai menulis. Misalnya,
Anda sebagai guru menuliskan kata air dipapan tulis. Kemudian anda bertanya
kepada siswa, Apakah mereka punya pengalaman menarik dengan air. Pasti
jawabannya beragam. Anda dapat mendaftar setiap ide tentang air itu dipapan
tulis.Sesudah itu, anda bertanya lebih lanjut, apakah mereka dapat menceritakan
pengalaman masing-masing kepada teman sebangkunya. Guru dapat meminta kepada
siswa yang mendengarkan cerita teman sebangkunya itu mencatat apa yang
didengarnya. Setelah cerita selesai sipencatat dapat menunjukan hasil
catatanya. Itulah hasil kolaborasi antar teman sebangku. Boleh saja cerita itu
kemudian dikembangkan lagi secara imajinatif atau dibiarkan begitu saja. Yang
pasti pada saat itu pada saat itu guru sudah berhasil mengajak para siswanya
mengarang yang dimulai dari mana pun. Kesan yang tertanam dari diri siswanya
mengarang yang dimulai dari manapun. Kesan yang tertanam dalam diri siswa dari
kiat yang telah digunakan guru dalam pembelajaran mengarang seperti itu bahwa
mengarang itu mudah.
Ketika seseorang menulis, apapun yang ditulisnya, ia menggerahkan seluruh
pengetahuan dan kelaziman kebahasaan yang dimilikinya, termasuk kosakata, tata
bahasa, dan sebagainya, disamping juga hal-hal yang berkaitan dengan materi
tulisannya, bahkan kadang-kadang juga dengan suasana hatinya pada saat menulis
serta banyak faktor lainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ketika
seseorang menulis, ia mencurahkan seluruh kepribadiannya kedalam tulisannya.
Dengan demikian guru harus bertindak sangat hati-hati ketika memulai
pembelajaran menulis agar kepribadian siswa tidak tersinggung dan agar siswa
tidak benci terhadap guru dan pelajaran menulis.
15
Untuk itu
guru harus mempunyai banyak teknik yang dapat membuat kelas menjadi cair, tidak
tegang. Kelas harus dipenuhi dengan seloroh dan canda yang muncul dari guru
ataupun dari siswa. Seloroh dan canda sangat membantu bagi munculnya ide yang
segar dalam setiap pelajaran menulis.
3. Model
Menulis Nonlinear
Pelajaran menulis itu merupakan proses nonlinear, artinya tidak harus ada
urut-urutan tertentu dari a sampe ke z. Sebab kegiatan menulis merupakan proses
yang berputar-putar dan berulang-ulang. Dalam proses seperti itu tidaklah
menjadi soal jika metari yang sama diberikan dua atau tiga kali sebab dalam
setiap pengulangan akan selalu ada perubahan, disamping dengan sendirinya akan
berlangsung pula proses-proses internalisasi, konsolidasi, dan verifikasi yang
akan menghasilkan kebiasaan dan keterampilan yang semakin lama semakin menuju
ke tingkat yang lebih sempurna pada diri siswa.
Maka guru juga harus memiliki sistem penilaian yang
berbeda dengan cara penilaian konvensional. Disini guru mengadakan kesepakatan
terlebih dahulu dengan siswa. Menilai karangan dalam pembelajaran menulis
dengan pendekatan proses harus ada kesesuaian antara kriteria penulisan guru
dengan pikiran, kreasi, keinginan, dan gaya yang digunakan siswa. Menilai
karangan merupakan hak guru, tapi siswa juga mempunyai hak untuk menghargai kreasinya.
Oleh sebab itu siswa boleh ditanya apa sikapnya terhadap tulisan yang
dihasilkannya.
0 komentar:
Post a Comment