Monday 22 February 2016

STRATEGI PEMBELAJARAN MENULIS DENGAN MODEL PENGEMBANGAN MENULIS PROSES


1.  Model Langsung Menulis
Menulis itu lebih baik dipahami sebagai keterampilan, bukan sebagai ilmu. Sebagai ketrampilan, menulis membutuhkan latihan, latihan, dan latihan. Sebagai ilmu komposisi, Menulis mengajarkan ada sekian jenis paragraf dengan contoh-contonhnya, ada sekian macam deskripsi, sekian macam narasi, sekian macam eksposisi dan masing-masing disertai dengan contoh-contohnya, ada kalimat inti dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak membuat siswa dapat menulis. Terlalu banyak aturan akan membuat siswa gamang menulis. Seperti halnya latihan berenang, tidak dimulai dengan teori. Seorang yang ingin belajar berenang langsung disuruh menceburkan diri ke dalam air. Di situ ia dapat mulai dengan bermain-main air, menggerak-gerakkan kaki di dalam air, belajar berani mengambang di air dengan cara berpegangan pada pipa di pinggir kolam dan seterusnya. Dengan demikian, menulis pun dapat dimulai tanpa harus tahu tentang teori-teori menulis. Seseorang yang ingin belajar menulis langsung saja terjun di kegiatan menulis yang sebenarnya. Ia dapat saja menulis hal-hal yang sederhana tanpa harus memeperdulikan apakah tulisannya memenuhi persyaratan komposisi atau tidak. Tulisan yang dibuatnya harus selesai semua. Ia boleh menulis bagian mana saja yang desenanginya dan melanjutkannya kapan saja dan dimana saja. Artinya, Penyelesaian karangan itu tidak terbatas pada jam sekolah.
2.  Model Kebebasan Awal dan Akhir
Tidak ada satu titik awal yang pasti dari mana pelajaran menulis harus dimulai. Dalam pembelajaran sebuah ilmu ada titik mulai yang paling logis. Tetapi tidak demikian dengan mengajarkan menulis, kita dapat memulainya dari bagian manapun yang kita sukai. Kita dapat memulainya dengan mengajak siswa menulis cerita, laporan, deskripsi, puisi, atau apa saja.
14
Perlu diingat, kata kunci dalam pembelajaran menulis adalah mengajak siswa menulis. 
Dengan menggunakan kata kunci seperti itu siswa dapat kita bawa kedalam situasi yang menyenangkan yang dapat membuat siswa mulai menulis. Misalnya, Anda sebagai guru menuliskan kata air dipapan tulis. Kemudian anda bertanya kepada siswa, Apakah mereka punya pengalaman menarik dengan air. Pasti jawabannya beragam. Anda dapat mendaftar setiap ide tentang air itu dipapan tulis.Sesudah itu, anda bertanya lebih lanjut, apakah mereka dapat menceritakan pengalaman masing-masing kepada teman sebangkunya. Guru dapat meminta kepada siswa yang mendengarkan cerita teman sebangkunya itu mencatat apa yang didengarnya. Setelah cerita selesai sipencatat dapat menunjukan hasil catatanya. Itulah hasil kolaborasi antar teman sebangku. Boleh saja cerita itu kemudian dikembangkan lagi secara imajinatif atau dibiarkan begitu saja. Yang pasti pada saat itu pada saat itu guru sudah berhasil mengajak para siswanya mengarang yang dimulai dari mana pun. Kesan yang tertanam dari diri siswanya mengarang yang dimulai dari manapun. Kesan yang tertanam dalam diri siswa dari kiat yang telah digunakan guru dalam pembelajaran mengarang seperti itu bahwa mengarang itu mudah.
Ketika seseorang menulis, apapun yang ditulisnya, ia menggerahkan seluruh pengetahuan dan kelaziman kebahasaan yang dimilikinya, termasuk kosakata, tata bahasa, dan sebagainya, disamping juga hal-hal yang berkaitan dengan materi tulisannya, bahkan kadang-kadang juga dengan suasana hatinya pada saat menulis serta banyak faktor lainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ketika seseorang menulis, ia mencurahkan seluruh kepribadiannya kedalam tulisannya. Dengan demikian guru harus bertindak sangat hati-hati ketika memulai pembelajaran menulis agar kepribadian siswa tidak tersinggung dan agar siswa tidak benci terhadap guru dan pelajaran menulis.

15
Untuk itu guru harus mempunyai banyak teknik yang dapat membuat kelas menjadi cair, tidak tegang. Kelas harus dipenuhi dengan seloroh dan canda yang muncul dari guru ataupun dari siswa. Seloroh dan canda sangat membantu bagi munculnya ide yang segar dalam setiap pelajaran menulis.
3.  Model Menulis Nonlinear
Pelajaran menulis itu merupakan proses nonlinear, artinya tidak harus ada urut-urutan tertentu dari a sampe ke z. Sebab kegiatan menulis merupakan proses yang berputar-putar dan berulang-ulang. Dalam proses seperti itu tidaklah menjadi soal jika metari yang sama diberikan dua atau tiga kali sebab dalam setiap pengulangan akan selalu ada perubahan, disamping dengan sendirinya akan berlangsung pula proses-proses internalisasi, konsolidasi, dan verifikasi yang akan menghasilkan kebiasaan dan keterampilan yang semakin lama semakin menuju ke tingkat yang lebih sempurna pada diri siswa.
Maka guru juga harus memiliki sistem penilaian yang berbeda dengan cara penilaian konvensional. Disini guru mengadakan kesepakatan terlebih dahulu dengan siswa. Menilai karangan dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses harus ada kesesuaian antara kriteria penulisan guru dengan pikiran, kreasi, keinginan, dan gaya yang digunakan siswa. Menilai karangan merupakan hak guru, tapi siswa juga mempunyai hak untuk menghargai kreasinya. Oleh sebab itu siswa boleh ditanya apa sikapnya terhadap tulisan yang dihasilkannya.

0 komentar: